Inilah pahlawan teater tahun 2009, dia ini meski keliatannya adalah orang yang kelaparan,,, tapi dia pernah menjuarai pementasan monoplay Loooh. dia itu namanya "ANGGI SETIONO" panggilan akrapnya CETOL...!!! hehehlucuh yah.
orang disamping nih... membuka sejarah pemenang Festival teater Mono play... karna memang masih belum pernah.... kita-kita partisipasi pntas monoplay....!!! kalau diliat orangnya sih.. biasa banget kan....!!! tapi sebenarnya dia itu sering bertindak diluar kebiasaan hehehe...!!! contohynya..makan sambil eksen, minum lewat hidung, tidur mbka mata, hahaha... ajaib. ohyah... ini adalah naskah yang pentaskan... biar jelek tapi bergensi lho... juara III monoplay tingkat jatim bukan hal yang mudahkan buat diraih..heheheh
SINOPSIS
Tokoh dan Perwatakan
1. Sosok Bijak yang menjelma sebagai kebenaran, keberhasilan hidupnya berawal dari kesederhanaan, keperdulian, dan dedikasih yang tinggi.
2. Sosok Rupawan dengan penampilan serba kaku dengan sikapnya yang cenderung membenarkan dirinya sendiri.
3. Suara tangisan yang keluar dari kereta dorong bayi yang menyuarakan suara rakyat.
Ringkas cerita
“ Seringkali kita berfikir kecerdasan akan membawa kita pada ujung keberhasilan, menjanjikan kesejahteraan, mengenalkan pada kemewahan akan tetapi tidak dapat dipungkiri dengan banyaknya Sarjana, Drs, Profesor, bahkan kecerdasan mereka yang berada diatas rata-rata menjadi pemasok kericuan, bukankah mereka sudah tahu perbuatannya telah menyimpang dari ideologi-ideologi yang mereka pelajari, bahkan yang mereka buat. Apa yang bisa membuat mereka berubah..? mungkin kita dapat menjawabnya.. Nurani ya dia adalah Nurani dialah malaikat dalam jiwa manusia.
Didalam panggung yang lapang dan tenang, dengan remang cahaya yang lembut, kita mendapati sebuah komposisi interior yang terkesan sederhana dan membawai banyak arti, disebuah komposis ada seberkas cahaya menimpah sosok (Nurani) yang sedang duduk berfikir tentang kehidupannya yang berangsur-angsur semakin membaik , dan ditemani secangkir kopi diatas meja kecil yang membisu disebelahnya, tidak dikalahkan juga dengan rautwajah yang seolah bertanya ada apa dengan dirinya. Di sisilain terlihat sosok rupawan yang sedang menyusun ide-ide untuk dirinya dimasadepan, ditemani berkas - beberapa buku di atas tumpukan sampah yang mengitarinya dan dikelilingi angka-angka 90 s.d 100 .
Ada apa dengan kehidupan ini..? kenapa aku begitu takut..? melihat kemurkaan dunia yang tak lagi mengenal kompromi, belum lagi ribuan orang bertanya-tanya bagaimana kau bisa dapatkan semua ini..? sungguh ironis sekalai kata-kata itu, apa semua itu penting aku jawab..?
Ditengah lamunan dan percakapan batin tersebut di kejutkan dengan suara petir dan hembusan angin yang menyapa kediaman sosok tenang itu, Nurani hanya terkejut dan menarik nafas dalam-dalam.
Aku pun semakin bingung dengan tingkah-tingkah mereka, kadang mereka datang dengan lelehan air mata, berharap aku dapat memberi ketenangan dalam jiwa-jiwamereka, mereka juga ada yang berpakaian rapi, berdasi, dan kata-katanya begitu ilmiah, mereka memberitahuku “perusahaan bapak akan menjadi sponsor utama dalam kegiatan Pembangunan Bangsa yang kami adakan bulan depan”, aku juga semakin bingung disaat kata-kata yang kulampirkan itu adalah ideolog-ideologi yang dapat memberi perubahan pada dunia, apakah ini sebagai pertanda, kalau suatu saat aku akan menjadi pengaruh bagi dunia..? (Pembicaraan Nurani disambut oleh Intelek yang sejak tadi mengamati gerak dan pembicaraan Nurani)
Apa yang kamu ketahui tentang dunia, bukankan ruang pendidikan tidak pernah mengenalmu apalagi untuk mengajarimu dari mana kau akan dapatkan ideolog-ideologi itu..? Apa..? kau akan mencari dari dirimu sendiri..?, rupanya kau masih belum mengenalku..!
Kau salah, aku begitu mengenalmu, aku tahu… namamu selalu ada pada urutan pertama disaat kulihat papan sekolah menyuarakan nilai-nilai ujian, akupun tahu IP mu selalu diatas empat (4) dan banyak penghargaan-penghargaan yang menjadi hiasan rumahmu, tapi kenapa kamu tidak bisa seperti ku..?
Benar… kenapa aku tidak sepertimu..? apakah nilaiku yang selalu diatas rata-rata, prestasi, dan IQ diatas 100 yang aku miliki apa itu belum cukup untuk bisa membuat aku sepertimu. Sebenarnya siapa kau ini.
Selalu optimis dan berusaha untuk melihat kesempatan disetiap kegagalan itulah yang selalu aku lakukan, aku tidak pernah pesimis yang hanya melihat kegagalan disetiap kesempatanku, keputusasaan dan kegagalan adalah batu loncatan untuk menuju keberhasilan dan tidak ada elemen lain yang begitu berharga selain mau mempelajari dan berusaha memandang masalah sebagai kesempatan.
Aku tidak habis pikir, kenapa orang sepertiku populasinya semakin meningkat, mereka mengaliri kolom jembatan, di perempatan-perempatan, tempat-tempat hiburan bahkan ada juga yang menjadi sampah-sampah masyarakat, apa itu belum cukup untuk dikatakan bahwa usaha kelestarian bangsa berjalan ditempat,
- Pendidkan hanya menjadi legalitas
- Prestasi seorang siswa hanya difasilitasi beasiswa
- Banyak anak putus sekolah karna uang jajan naik 100%, dan mencari uang jajan keluarga.
- Dan banyak anak-anak usia belasan tahun menjadi artis diperempatan jalan, hanya karna biaya sekolah dan membeli buku lebih besar dari kebutuhan rumah tangga.
Sungguh ironis sekali kata-kata itu, orang sepertimu memang lihai berbicara tapi lemah dalam bertindak, untuk memberikan kenyataan dari ide-idemu itu.
Mengapa kau begitu antosias untuk menyalahkan ku?
Pertanyaan itu tidak sempat terjawab, terdengar suara tangisan meronta kesepian di tengah perseruan antara dua sosok. Mereka berusaha mengetahui arah suara itu berasal, berusaha mengenali suara yang merangsang mereka untuk bertanya kenapa suara itu bersamaan dengan hembusan angin yang begitu kencang, gemuru air hujan, dan percikan api yang menjelma menjadi petir.
Suara apa itu, apakah itu suara anak manusia..? mungkinkah dia sedang bahagia..? tapi kenapa suara itu datang disaat suasana seperti ini? Suasana yang begitu menakutkan..!!
Bukan..!! itu bukan suara anak manusia tapi suara anak Bangsa yang terlantar, dan mananti belaian kasih sayang orang tuanya, sedangkan orang tuanya tidak sibuk mencari makan untuk dirinya sendiri, suara itu sudah terbiasa bersama dengan suasana yang begitu menakutkan seperti ini, terkadang suara itu juga datang bersama dengan kamarahan dunia, bahkan suara itu datang bersama dengan kemiskinan.
Kenapa kata-katanya menjadi seperti seperti itu, seolah ia tengah melihat atau juga mendengan sesuatu yang begitu menyedihkan, apa suara itu yang membuat dia berubah. Padahal suara suara itu bagaikan nyanyian-nyanyian kebangsaan yang sedang dinyanyikan oleh 10.000 paduan suara. Kemudian suara petir terdengar kembali
Pertanda apa lagi ini, mencana macam apa yang akan hadir? Tidak cukupkan banjir bandang dan kobaran api Nuh dan Ibrahim sebagai deraan bagi umat manusia, Dunia sudah mendekati ajalnya, Begitu perkasanya tangan-tangan anak cucu kabil, Begitu panasnya kobaran api dari tungku-tungku anak cucu Namru, pasukan Firaun menjelma dalam langkah kaki-kaki mereka !
Kami tak kuasa menghadangnya tanpa perahu nuh untuk menyeberangi lautan kebiadaban ini, atau tongkat musa untuk membelah kobaran api yang membakar kepala kami.
Apakah kamu sedang berpuisi..? ataukah itu disebut dengan ratapan yang sia-sia..? menarik, sangat menarik (berfikir siapa yang demaksud dengan kata mereka dari sebaris ucapan nurani) pasukan Firaun menjelma dalam kaki-kaki mereka, hei siapa mereka? Jangan-kangan
Suara itu kembali terdengar ditengah perseruan mereka, sosok mudah tersinggung ini semakin memanas mendengar tangisan yang menggangu gerak pikirannya, dia bersuara lantang dengan sorot mata penuh dendam, dan wajah menyeringai ingin segera menghentikan suara itu.
Diam………….
Dengan penuh amarah sosok itu menghampiri asal suara tangisan itu, dengan rangkaian dialog yang menandakan kesabarannya telah hilang, keinginan untuk mengahiri tangisan itu telah menebal dalam pikirannya, amarah telah mengusai jiwanya, tangan yang kekar tergenggam pisau kecil berukuran 15 cm sedang menongak keatas dan dalam waktu ½ detik pisau kecil itu telah menempati sisidalam perut boca kecil itu, darah tertumpah pada wajah setengah baya itu, dan pisau itu masih menancap ditengah-tengah kerata bayi itu.
Itulah jawabannya..? Apa kamu masih belum mengenali mereka..? mereka sangat dekat denganmu, bahkan tidak ada ruang yang membatasinya..? bukan kah kamu selalu menertawakan mereka disaat mereka menangis, meracuni mereka disaat mereka kelaparan, membunuh mereka disaat mereka sakit, membekukan mereka disaat mereka kedinginan, bahkan membakar mereka disaat mereka dilanda kekeringan, Apakah kamu belum puas membuat mereka menderita, kapan kamu akan mengenali jiwa-jiwa mereka yang merengek kesakitan karna ulahmu.
Ternyata kau benar kau begitu mengenalku tapi Aku tidak akan perduli dengan apa yang kau katakan, karma keberadaan itu begitu menyenangkan.
Apa kamu percaya, setiap kata selalu bermakna bagi setiap orang yang mendengarnya. Setiap kata, adalah layaknya pemicu, yang mampu menelisik sisi terdalam hati manusia, dan membuat kita melakukan sesuatu. Kata-kata, akan selalu memacu dan memicu kita untuk menggerakkan setiap anggota tubuh kita dalam berfikir, dan bertindak.
Kamu tidak perlu merubah dunia karna dunia tidak akan bisa merubahmu, kamu hanya butuh mengawali perubahan dalam hidupmu untuk bisa merubah dunia, dan negeri ini tidak akan berubah jika orang-orang sepertimu masih belum bisa memberi perubahan gayahidup dan cara berfikir menjadi lebih baik.
kau benar negeri ini tidak akan berubah jika orang-orang sepertiku tidak merubah gaya hidupnya menjadi lebih baik, dan satu lagi jika orang-orang sepertiku masih menjadi atasan dan yang mengatur gaya hidup mereka. Dengan kata-katanya dia tertawa begitu keras… keras… sangat keras, dan diiringi meredupnya lampu.
Ada apa dengan kehidupan ini..? kenapa aku begitu takut..? melihat kemurkaan dunia yang tak lagi mengenal kompromi, belum lagi ribuan orang bertanya-tanya bagaimana kau bisa dapatkan semua ini..? sungguh ironis sekalai kata-kata itu, apa semua itu penting aku jawab..?
Ditengah lamunan dan percakapan batin tersebut di kejutkan dengan suara petir dan hembusan angin yang menyapa kediaman sosok tenang itu, Nurani hanya terkejut dan menarik nafas dalam-dalam.
Aku pun semakin bingung dengan tingkah-tingkah mereka, kadang mereka datang dengan lelehan air mata, berharap aku dapat memberi ketenangan dalam jiwa-jiwamereka, mereka juga ada yang berpakaian rapi, berdasi, dan kata-katanya begitu ilmiah, mereka memberitahuku “perusahaan bapak akan menjadi sponsor utama dalam kegiatan Pembangunan Bangsa yang kami adakan bulan depan”, aku juga semakin bingung disaat kata-kata yang kulampirkan itu adalah ideolog-ideologi yang dapat memberi perubahan pada dunia, apakah ini sebagai pertanda, kalau suatu saat aku akan menjadi pengaruh bagi dunia..? (Pembicaraan Nurani disambut oleh Intelek yang sejak tadi mengamati gerak dan pembicaraan Nurani)
Apa yang kamu ketahui tentang dunia, bukankan ruang pendidikan tidak pernah mengenalmu apalagi untuk mengajarimu dari mana kau akan dapatkan ideolog-ideologi itu..? Apa..? kau akan mencari dari dirimu sendiri..?, rupanya kau masih belum mengenalku..!
Kau salah, aku begitu mengenalmu, aku tahu… namamu selalu ada pada urutan pertama disaat kulihat papan sekolah menyuarakan nilai-nilai ujian, akupun tahu IP mu selalu diatas empat (4) dan banyak penghargaan-penghargaan yang menjadi hiasan rumahmu, tapi kenapa kamu tidak bisa seperti ku..?
Benar… kenapa aku tidak sepertimu..? apakah nilaiku yang selalu diatas rata-rata, prestasi, dan IQ diatas 100 yang aku miliki apa itu belum cukup untuk bisa membuat aku sepertimu. Sebenarnya siapa kau ini.
Selalu optimis dan berusaha untuk melihat kesempatan disetiap kegagalan itulah yang selalu aku lakukan, aku tidak pernah pesimis yang hanya melihat kegagalan disetiap kesempatanku, keputusasaan dan kegagalan adalah batu loncatan untuk menuju keberhasilan dan tidak ada elemen lain yang begitu berharga selain mau mempelajari dan berusaha memandang masalah sebagai kesempatan.
Aku tidak habis pikir, kenapa orang sepertiku populasinya semakin meningkat, mereka mengaliri kolom jembatan, di perempatan-perempatan, tempat-tempat hiburan bahkan ada juga yang menjadi sampah-sampah masyarakat, apa itu belum cukup untuk dikatakan bahwa usaha kelestarian bangsa berjalan ditempat,
- Pendidkan hanya menjadi legalitas
- Prestasi seorang siswa hanya difasilitasi beasiswa
- Banyak anak putus sekolah karna uang jajan naik 100%, dan mencari uang jajan keluarga.
- Dan banyak anak-anak usia belasan tahun menjadi artis diperempatan jalan, hanya karna biaya sekolah dan membeli buku lebih besar dari kebutuhan rumah tangga.
Sungguh ironis sekali kata-kata itu, orang sepertimu memang lihai berbicara tapi lemah dalam bertindak, untuk memberikan kenyataan dari ide-idemu itu.
Mengapa kau begitu antosias untuk menyalahkan ku?
Pertanyaan itu tidak sempat terjawab, terdengar suara tangisan meronta kesepian di tengah perseruan antara dua sosok. Mereka berusaha mengetahui arah suara itu berasal, berusaha mengenali suara yang merangsang mereka untuk bertanya kenapa suara itu bersamaan dengan hembusan angin yang begitu kencang, gemuru air hujan, dan percikan api yang menjelma menjadi petir.
Suara apa itu, apakah itu suara anak manusia..? mungkinkah dia sedang bahagia..? tapi kenapa suara itu datang disaat suasana seperti ini? Suasana yang begitu menakutkan..!!
Bukan..!! itu bukan suara anak manusia tapi suara anak Bangsa yang terlantar, dan mananti belaian kasih sayang orang tuanya, sedangkan orang tuanya tidak sibuk mencari makan untuk dirinya sendiri, suara itu sudah terbiasa bersama dengan suasana yang begitu menakutkan seperti ini, terkadang suara itu juga datang bersama dengan kamarahan dunia, bahkan suara itu datang bersama dengan kemiskinan.
Kenapa kata-katanya menjadi seperti seperti itu, seolah ia tengah melihat atau juga mendengan sesuatu yang begitu menyedihkan, apa suara itu yang membuat dia berubah. Padahal suara suara itu bagaikan nyanyian-nyanyian kebangsaan yang sedang dinyanyikan oleh 10.000 paduan suara. Kemudian suara petir terdengar kembali
Pertanda apa lagi ini, mencana macam apa yang akan hadir? Tidak cukupkan banjir bandang dan kobaran api Nuh dan Ibrahim sebagai deraan bagi umat manusia, Dunia sudah mendekati ajalnya, Begitu perkasanya tangan-tangan anak cucu kabil, Begitu panasnya kobaran api dari tungku-tungku anak cucu Namru, pasukan Firaun menjelma dalam langkah kaki-kaki mereka !
Kami tak kuasa menghadangnya tanpa perahu nuh untuk menyeberangi lautan kebiadaban ini, atau tongkat musa untuk membelah kobaran api yang membakar kepala kami.
Apakah kamu sedang berpuisi..? ataukah itu disebut dengan ratapan yang sia-sia..? menarik, sangat menarik (berfikir siapa yang demaksud dengan kata mereka dari sebaris ucapan nurani) pasukan Firaun menjelma dalam kaki-kaki mereka, hei siapa mereka? Jangan-kangan
Suara itu kembali terdengar ditengah perseruan mereka, sosok mudah tersinggung ini semakin memanas mendengar tangisan yang menggangu gerak pikirannya, dia bersuara lantang dengan sorot mata penuh dendam, dan wajah menyeringai ingin segera menghentikan suara itu.
Diam………….
Dengan penuh amarah sosok itu menghampiri asal suara tangisan itu, dengan rangkaian dialog yang menandakan kesabarannya telah hilang, keinginan untuk mengahiri tangisan itu telah menebal dalam pikirannya, amarah telah mengusai jiwanya, tangan yang kekar tergenggam pisau kecil berukuran 15 cm sedang menongak keatas dan dalam waktu ½ detik pisau kecil itu telah menempati sisidalam perut boca kecil itu, darah tertumpah pada wajah setengah baya itu, dan pisau itu masih menancap ditengah-tengah kerata bayi itu.
Itulah jawabannya..? Apa kamu masih belum mengenali mereka..? mereka sangat dekat denganmu, bahkan tidak ada ruang yang membatasinya..? bukan kah kamu selalu menertawakan mereka disaat mereka menangis, meracuni mereka disaat mereka kelaparan, membunuh mereka disaat mereka sakit, membekukan mereka disaat mereka kedinginan, bahkan membakar mereka disaat mereka dilanda kekeringan, Apakah kamu belum puas membuat mereka menderita, kapan kamu akan mengenali jiwa-jiwa mereka yang merengek kesakitan karna ulahmu.
Ternyata kau benar kau begitu mengenalku tapi Aku tidak akan perduli dengan apa yang kau katakan, karma keberadaan itu begitu menyenangkan.
Apa kamu percaya, setiap kata selalu bermakna bagi setiap orang yang mendengarnya. Setiap kata, adalah layaknya pemicu, yang mampu menelisik sisi terdalam hati manusia, dan membuat kita melakukan sesuatu. Kata-kata, akan selalu memacu dan memicu kita untuk menggerakkan setiap anggota tubuh kita dalam berfikir, dan bertindak.
Kamu tidak perlu merubah dunia karna dunia tidak akan bisa merubahmu, kamu hanya butuh mengawali perubahan dalam hidupmu untuk bisa merubah dunia, dan negeri ini tidak akan berubah jika orang-orang sepertimu masih belum bisa memberi perubahan gayahidup dan cara berfikir menjadi lebih baik.
kau benar negeri ini tidak akan berubah jika orang-orang sepertiku tidak merubah gaya hidupnya menjadi lebih baik, dan satu lagi jika orang-orang sepertiku masih menjadi atasan dan yang mengatur gaya hidup mereka. Dengan kata-katanya dia tertawa begitu keras… keras… sangat keras, dan diiringi meredupnya lampu.
The End